Pemerintah mengakui bila kinerja BUMN gula masih belum maksimal alias masih minim. Hal tersebut terungkap dalam hasil Rapat Koordinasi BUMN Gula mengenai evaluasi penggilingan 2012 yang diadakan di Hotel Borobudur, Jakarta, pagi ini.
"Kita melihat sebenarnya masih ada potensi untuk lebih lagi," tukas Deputi Usaha Primer BUMN Zamkhani, saat dihubungi, di Jakarta, Minggu (16/12/2012).
Meski demikian, dia menambahkan, kinerja BUMN gula telah meningkat menjadi lebih baik dibandingkan 2011 lalu. "Kita di 2011 iklimnya bagus, apa yang dilakukan pabrik gula (PG-PG) lebih baik dari 2011," imbuhnya.
Oleh karena itu, pihaknya pun berjanji akan meningkatkan lagi produksi gula di 2013. "2013 kita harus berupaya lebih baik lagi," tutup Zamkhani.
Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan menyatakan swasembada gula bisa sukses jika diikuti oleh kebijakan strategis. Namun, kebijakan itu tidak hanya dari satu kementerian saja. Selain itu, dalam melakukan revitalisasi pabrik gula (PG) tidak harus berorientasi proyek.
"Swasembada gula bisa diraih asalkan diikuti dengan kebijakan sinergis antarkementerian," kata Dahlan beberapa waktu lalu.
Mantan Dirut PLN itu mengkritik izin impor raw sugar yang diberikan kepada pihak-pihak yang tidak punya komitmen membangun pabrik gula. Padahal, pabrik gula ini adalah salah satu alat untuk membuat Indonesia bisa swasembada gula.
Meski demikian, lanjut Dahlan, yang terpenting adalah memacu produktivitas dengan membenahi pabrik gula sehingga kepercayaan petani terhadap pabrik gula meningkat. Menurutnya, kepercayaan petani ini sangatlah penting. Karena petani adalah pemasok utama tebu di PG.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengakui bila industri gula nasional saat ini belum mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan pembenahan pada industri gula nasiona
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Manyur mengatakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembenahan gula nasional.
"Pertama, karena produksi gula kristal putih (GKP) kurang, maka perlu diatur perdagangan dan distribusinya, daerah yang sulit mendapat distribusi gula komsumsi diberikan kesempatan untuk mengimpor," ungkap Natsir beberapa waktu lalu.
Kedua, Natsir menyebutkan kebutuhan gula kristal rafinasi (GKR) agar dihitung ulang terkait industri makanan dan minuman yang mengunakan. "Kasus yang terjadi di KTI produksi GKR besar, namun industri yang menyerap kurang, sehingga terjadi perembesan," jelas Natsir.
Ketiga, industri GKR tidak mempunyai bahan baku tebu untuk diolah agar dicermati statusnya apakah ini masuk produsen GKR atau GKP. Menurutnya, kebijakan ini masih abu-abu dan ke depan bisa menambah permasalahan gula nasional.
"Saya perkirakan lima tahun ke depan masih bermasalah. Oleh karena itu, perlu ditata dengan baik dan serius dengan melibatkan dunia usaha nasional dan daerah," tukas dia.
Posting Komentar - Back to Content